selanjutnya, kemampuan membaca trend saja sebenarnya tidak cukup. Kekuatan trend juga penting untuk diperhatikan, karena dari sinilah Anda bisa mengetahui potensi penerusan atau pembalikan lebih awal. Seringkali, kekuatan trend bisa dideteksi dengan bantuan indikator teknikal. Namun mengingat sifat indikator yang sudah pasti lagging karena merumuskan data-data dari pergerakan masa lalu, sinyal kekuatan trend tetap saja tak bisa didapatkan sebagai sinyal leading.
Untuk mengatasi hal itu, Justin Bennett dari situs Daily Price Action menyarankan 3 cara membaca kekuatan trend tanpa indikator. Namun sebelumnya, Anda juga perlu memahami cara mengenali trend tanpa bantuan indikator. Jika biasanya Anda mungkin menggunakan Moving Average (MA) atau indikator sejenis, maka sebaiknya biasakan untuk mendeteksi trend harga lewat pola-pola high dan low.
Metodenya tidak jauh berbeda dengan cara mengenali trend lewat price action, di mana kondisi uptrend terkonfirmasi ketika harga membentuk higher high dan higher low. Sedangkan saat mengalami downtrend, harga akan menunjukkan pola lower high dan lower low.
Percaya atau tidak, pemahaman sederhana di atas akan mempermudah Anda mempelajari 3 cara membaca kekuatan trend yang dituangkan dalam uraian berikut ini.
1. Mengidentifikasi Posisi High Low
Ini merupakan metode termudah yang tidak memerlukan indikator atau tool teknikal apapun. Prinsipnya, pola harga yang terbentuk di chart saja sudah bisa menjadi dasar pengamatan untuk membaca kekuatan trend. Di sini, Anda hanya perlu melihat bagaimana posisi high (saat uptrend) atau low (saat downtrend) harga.
Trend bullish yang masih kuat bisa dikenali dari higher high (high yang lebih tinggi dari high sebelumnya). Ketika harga mulai membentuk high di level yang lebih rendah dari high sebelumnya, maka di situlah kekuatan trend mulai melemah. Sebagai ilustrasi, chart di bawah ini menunjukkan contoh penurunan kekuatan trend yang ditandai dengan kegagalan harga membentuk higher high.
Aturan yang sama juga berlaku untuk mengukur kekuatan trend bearish. Hanya saja, yang bisa dijadikan tolak ukur di sini bukanlah higher high, melainkan lower low. Downtrend biasanya masih didukung oleh kekuatan trend yang besar apabila harga masih membentuk lower low. Ketika low harga tercipta di level yang lebih tinggi, di saat itulah kekuatan downtrend mulai melemah. Untuk mengantisipasi bullish reversal, sebaiknya tunggu sampai ada higher high atau break harga dari level tersebut agar bisa melakukan open buy dengan sinyal yang lebih terkonfirmasi.
2. Mengukur Jarak Retest
Retest adalah ketika harga menguji suatu level penting, misalnya support atau resistance. Dalam kondisi trending, retest juga bisa diaplikasikan pada situasi di mana harga menguji trendline sebelum kembali ke trend utama. Namun demikian, pernahkah terpikir dalam benak Anda untuk mengukur jarak antar retest sebagai cara membaca kekuatan trend?
Ya, terjadinya perubahan jarak retest bukanlah kebetulan semata. Jika Anda jeli, penyempitan interval antara retest terbaru dengan retest sebelumnya bisa diartikan sebagai pelemahan kekuatan trend. Mengapa? Jarak Retest yang lebih pendek bisa terjadi karena durasi kenaikan harga telah berkurang. Masih bingung? Coba perhatikan grafik di bawah ini.
Untuk mengatasi hal itu, Justin Bennett dari situs Daily Price Action menyarankan 3 cara membaca kekuatan trend tanpa indikator. Namun sebelumnya, Anda juga perlu memahami cara mengenali trend tanpa bantuan indikator. Jika biasanya Anda mungkin menggunakan Moving Average (MA) atau indikator sejenis, maka sebaiknya biasakan untuk mendeteksi trend harga lewat pola-pola high dan low.
Metodenya tidak jauh berbeda dengan cara mengenali trend lewat price action, di mana kondisi uptrend terkonfirmasi ketika harga membentuk higher high dan higher low. Sedangkan saat mengalami downtrend, harga akan menunjukkan pola lower high dan lower low.
Percaya atau tidak, pemahaman sederhana di atas akan mempermudah Anda mempelajari 3 cara membaca kekuatan trend yang dituangkan dalam uraian berikut ini.
1. Mengidentifikasi Posisi High Low
Ini merupakan metode termudah yang tidak memerlukan indikator atau tool teknikal apapun. Prinsipnya, pola harga yang terbentuk di chart saja sudah bisa menjadi dasar pengamatan untuk membaca kekuatan trend. Di sini, Anda hanya perlu melihat bagaimana posisi high (saat uptrend) atau low (saat downtrend) harga.
Trend bullish yang masih kuat bisa dikenali dari higher high (high yang lebih tinggi dari high sebelumnya). Ketika harga mulai membentuk high di level yang lebih rendah dari high sebelumnya, maka di situlah kekuatan trend mulai melemah. Sebagai ilustrasi, chart di bawah ini menunjukkan contoh penurunan kekuatan trend yang ditandai dengan kegagalan harga membentuk higher high.
Setelah terjadi penurunan high, harga terlihat mengalami perubahan arah trend, dan reversal kemudian dikonfirmasi oleh terciptanya lower low. Dalam penerapan real, ada kemungkinan harga tidak segera berbalik setelah gagal mempertahankan higher high. Untuk itu, jangan terburu open sell setelah High 4 muncul. Sebaiknya tunggu sampai reversal dikonfirmasi oleh keberadaan lower low pertama (di Low 5). Untuk sinyal yang lebih tervalidasi, Anda bisa melakukan open sell setelah harga kembali gagal membuat higher high di High 5.
Aturan yang sama juga berlaku untuk mengukur kekuatan trend bearish. Hanya saja, yang bisa dijadikan tolak ukur di sini bukanlah higher high, melainkan lower low. Downtrend biasanya masih didukung oleh kekuatan trend yang besar apabila harga masih membentuk lower low. Ketika low harga tercipta di level yang lebih tinggi, di saat itulah kekuatan downtrend mulai melemah. Untuk mengantisipasi bullish reversal, sebaiknya tunggu sampai ada higher high atau break harga dari level tersebut agar bisa melakukan open buy dengan sinyal yang lebih terkonfirmasi.
2. Mengukur Jarak Retest
Retest adalah ketika harga menguji suatu level penting, misalnya support atau resistance. Dalam kondisi trending, retest juga bisa diaplikasikan pada situasi di mana harga menguji trendline sebelum kembali ke trend utama. Namun demikian, pernahkah terpikir dalam benak Anda untuk mengukur jarak antar retest sebagai cara membaca kekuatan trend?
Ya, terjadinya perubahan jarak retest bukanlah kebetulan semata. Jika Anda jeli, penyempitan interval antara retest terbaru dengan retest sebelumnya bisa diartikan sebagai pelemahan kekuatan trend. Mengapa? Jarak Retest yang lebih pendek bisa terjadi karena durasi kenaikan harga telah berkurang. Masih bingung? Coba perhatikan grafik di bawah ini.
Chart di atas menunjukkan bahwa gap antara retest 1 dan retest 2 terbentuk dalam waktu 178 hari. Sementara itu, retest 2 dan retest 3 memerlukan waktu 48 hari. Untuk mencapai retest 4, durasi yang diperlukan semakin berkurang menjadi 22 hari saja. Ini membuktikan bahwa kekuatan bullish harga semakin melemah, sehingga tak mampu mempertahankan penguatan dalam durasi waktu yang sama seperti sebelumnya. Ketika kekuatan trend semakin surut, jarak retest akan terus menyempit hingga terjadi perubahan arah trend. Dalam hal ini, reversal akan terkonfirmasi ketika harga menembus support.
3. Mengenali Kerapatan Harga
Cara membaca kekuatan trend tanpa indikator yang terakhir adalah dengan memperhatikan kerapatan harga di penghujung trend. Kondisi ini tampak sepele dan sering terlewat dari pengamatan, tapi sebetulnya bisa menjadi senjata ampuh untuk mengukur kekuatan trend. Yang dimaksud kerapatan harga di sini adalah ketika beberapa candle (biasanya didominasi oleh candle berukuran kecil) terbentuk di area yang sempit, sehingga harga terkesan muncul berdempetan. Jika diilustrasikan, maka seperti inilah contoh sederhananya.
Ketika harga mulai 'bergerombol' di dekat area support atau resistance, tekanan market semakin besar dan memberikan desakan breakout. Trend harga sudah tak didukung oleh sentimen yang kuat, sehingga kerapatan harga yang semakin instens bisa juga dianggap sebagai sinyal penurunan kekuatan trend.
Metode analisa ini bisa diterapkan di time frame manapun. Baik di chart W1, D1, H4, hingga H1, kerapatan harga di dekat level penting hampir selalu menunjukkan kekuatan trend yang semakin memudar dan menjadi pertanda breakout.
Berikut adalah contoh yang diambil dari chart AUD/JPY di time frame W1:
Ilustasi ini menunjukkan kerapatan AUD/USD sebelum breakout di time frame H4:
Tidak Berlaku Di Semua Kondisi
Tanpa mengandalkan sinyal indikator yang masih lagging, Anda bisa mengukurnya langsung dari pergerakan harga yang tersaji di chart. Alat bantu yang diperlukan dalam metode ini mungkin hanyalah trendline atau tool sejenis sebagai petunjuk support resistance.
Ketiga cara membaca kekuatan trend di atas hanya bisa diterapkan di pasar trending. Saat harga cenderung sideways atau tidak menunjukkan arah pergerakan yang pasti, sebaiknya gunakan teknik lain atau hindari open posisi. Bagaimanapun juga, strategi sebaik apapun tak akan berjalan optimal jika dipaksakan di tempat yang tidak seharusnya.
Strategi menarik lain yang secara khusus berlaku di pasar trending bisa Anda pelajari pada video berikut ini:
Penjelasan metode analisa di atas sudah dilengkapi dengan petunjuk entry, tapi bagaimana cara merancang close posisi sesuai dengan arah trend? Simak ulasannya di Cara Exit Posisi Untuk Trader Trend
Cara membaca kekuatan trend tanpa indikator yang terakhir adalah dengan memperhatikan kerapatan harga di penghujung trend. Kondisi ini tampak sepele dan sering terlewat dari pengamatan, tapi sebetulnya bisa menjadi senjata ampuh untuk mengukur kekuatan trend. Yang dimaksud kerapatan harga di sini adalah ketika beberapa candle (biasanya didominasi oleh candle berukuran kecil) terbentuk di area yang sempit, sehingga harga terkesan muncul berdempetan. Jika diilustrasikan, maka seperti inilah contoh sederhananya.
Ketika harga mulai 'bergerombol' di dekat area support atau resistance, tekanan market semakin besar dan memberikan desakan breakout. Trend harga sudah tak didukung oleh sentimen yang kuat, sehingga kerapatan harga yang semakin instens bisa juga dianggap sebagai sinyal penurunan kekuatan trend.
Metode analisa ini bisa diterapkan di time frame manapun. Baik di chart W1, D1, H4, hingga H1, kerapatan harga di dekat level penting hampir selalu menunjukkan kekuatan trend yang semakin memudar dan menjadi pertanda breakout.
Berikut adalah contoh yang diambil dari chart AUD/JPY di time frame W1:
Ilustasi ini menunjukkan kerapatan AUD/USD sebelum breakout di time frame H4:
Tidak Berlaku Di Semua Kondisi
Tanpa mengandalkan sinyal indikator yang masih lagging, Anda bisa mengukurnya langsung dari pergerakan harga yang tersaji di chart. Alat bantu yang diperlukan dalam metode ini mungkin hanyalah trendline atau tool sejenis sebagai petunjuk support resistance.
Ketiga cara membaca kekuatan trend di atas hanya bisa diterapkan di pasar trending. Saat harga cenderung sideways atau tidak menunjukkan arah pergerakan yang pasti, sebaiknya gunakan teknik lain atau hindari open posisi. Bagaimanapun juga, strategi sebaik apapun tak akan berjalan optimal jika dipaksakan di tempat yang tidak seharusnya.
Strategi menarik lain yang secara khusus berlaku di pasar trending bisa Anda pelajari pada video berikut ini:
Penjelasan metode analisa di atas sudah dilengkapi dengan petunjuk entry, tapi bagaimana cara merancang close posisi sesuai dengan arah trend? Simak ulasannya di Cara Exit Posisi Untuk Trader Trend
Tidak ada komentar:
Posting Komentar